RSS

Yuk, Ikut Global Entrepreneurs Week




Untuk kedua kalinya, British Council kembali mengajak para wirausaha muda Indonesia untuk mengikuti Global Entrepreneurs Week 2009 yang digelar secara serentak di seluruh dunia pada 16-22 November 2009. Indonesia sendiri menjadi salah satu dari 77 negara yang terlibat dan akan diselenggarakan di tiga tempat, Rasuna Epicentrum di Kuningan, Museum Bank Mandiri di Kota, dan Casa Grande Residence.

Global Entrepreneurs Week adalah pelatihan dan workshop bagi kaum muda yang ingin mengembangkan gagasan kreatifnya ke dalam kewirausahaan. Melalui GEW, British Council akan mendorong Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Indonesia di bidang kreatif, sosial, dan lingkungan hidup agar lebih inovatif dan mampu melakukan perencanaan bisnis.

“British Council mendukung Global Entrepreneurs Week ini, karena dapat membantu banyak wiraswasta keluar dari resesi global, hal ini terbukti mereka mampu keluar dari resesi global dan mampu mengembangkan solusi untuk daerah lokal,” ujar Country Director British Council Indonesia Keith Davies di , Jakarta, kemarin.

Media Relations Officer British Council Eka Wahyuni mengatakan, GEW akan menjadi ajang pertemuan kaum muda untuk berbagi gagasan baru dalam kewirausahaan. GEW akan menampilkan teknik-teknik presentasi dan berjejaring yang lebih kreatif dan efektif.
0 comments

Posted in , ,

Baju Muslim Anak Dengan Jilbab Topi


Lucu dan gemes banget memang kalau membeli pakaian untuk anak perempuan kita. Hal ini saya rasakan sendiri ketika membelikan Andini BUSANA MUSLIM yang akan di pakainya pas berkunjung ke rumah kakeknya. Saya membelikan dia BAJU MUSLIM lengkap dengan jilbab yang atasnya di isi topi gitu. Wah pokoknya lucu banget deh.

Saya sudah berkeliling lama banget di sebuah toko busana, dan saya akhirnya menemukan busana yang lucu untuk di pakai oleh Andini ketika akan berkunjung ke rumah kakeknya sabtu depan. Kerudung bawahnya berwarna hijau muda, dan untuk topinya bermotifkan kotak-kotak dengan warna dasar hijau juga, sedangkan untuk garis kotaknya di gunakan warna orange. Memang tidak begitu susah untuk menemukan busana lucu untuk Andini, di bandingkan untuk saya. Harga untuk baju muslim ini juga gak mahal amat, Cuma Rp.50.000. Dengan harga segitu saya sangat puas dengan baju muslim yang saya belikan untuk anak perempuan saya Andini.

Komunitas Djadoel, dari Hobi ke Bisnis



Dalam suatu mimpi, Yanuar Christianto (39) datang ke sebuah toko mainan. Secara fisik, bangunanya sama sekali tidak menarik. Berdebu dan kotor. Hal serupa juga tampak dari mainan yang dijual, layaknya dagangan yang tak kunjung laku.

Ketika mentari telah bersinar, tanpa menghiraukan mimpinya, ia berkeliling Jakarta dengan sepeda motornya. Arah mana yang ia tuju hasil dari bisikan hatinya. Berjalan dan terus berjalan, melewati Jalan Gajah Mada lalu ke Jalan Hayam Wuruk, dan terus menuju ke Utara. Sampai di suatu tempat, yang ia sendiri tidak tahu di mana, Yanuar kaget tak terkira. Saat ia memberhentikan motornya untuk istirahat, dan menoleh ke kiri, tampak olehnya toko mainan yang ada dalam mimpinya.

Masih dengan rasa tidak percaya, Yanuar mengayunkan langkah menuju toko tersebut. Belum sempat ia bersuara, matanya telah menangkap kardus lusuh berisi mainan-mainan. “Saya borong semuanya. Ini terjadi pada akhir tahun kemarin,” kata Yanuar, kolektor mainan, kepada Kompas.com dalam kesempatan Atraksi Kota Tua di Taman Fatahillah Jakarta, Minggu (15/11).

Yanuar adalah salah satu anggota Komunitas Djadoel, komunitas pencinta barang antik, yang berdiri pada Mei 2009. Ia mengaku laki-laki yang kesehariannya bekerja sebagai waitress di Kapal Pesiar berbendera Italia ini dari umur 5 tahun gemar mengumpulkan barang. Didukung pekerjaannya, koleksinya berasal dari banyak negara seperti Italia, Malta, Spanyol, Perancis, Inggris dan Jerman. “Kalau di jalan saya menemukan skrup atau baut, saya bawa pulang dan ditaruh dalam kotak korek api. Sampai banyak,” papar Yanuar.

Anggota komunitas lainnya, Muchlis Amir (57) juga mengumpulkan barang antik bermula dari hobi. Dari sekian banyak barang, ia memilih kalender untuk dikoleksi. Dalam perjalana waktu, kalender koleksinya yang mulai tahun 1940-1980 banyak dicari orang. "Mereka ingin tahu hari lahirnya kapan. Juga apakah bertepatan dengan hari besar (agama maupun nasional). Di kalender juga ada hari pasaranya,” ujar pensiunan pekerja swasta ini.

Lebih lanjut, anggota komunitas ini tidak sekadar mengumpulkan barang. Tetapi juga menjualnya, karena pasar untuk barang-barang antik cukup menjanjikan. Menurut Daniel Supriyono, Ketua Komunitas Djadoel, meski barang jadul, namun pemeblinya tidak hanya orang-orang berumur, tepai anak baru gede dan juga anak-anak kecil pun menjadi pasar. “Anak kecil suka pada mainan. ABG yang ingin bergaya jadul beli kaca mata berlensa gede. Sedangkan Kakek nenek (selain) nostalgia juga diberikan untuk cucunya untuk memperkenalkan barang pada zamannya” tutur Daniel yang juga wartawan Nova, kelompok Gramedia Majalah.

Baik Yanuar, Muchlis maupun Daniel sama-sama memahani jika sebagaian orang keberatan kalau barang antik mahal. Padahal hanya barang “bekas.” Menurut Daniel, mencari untung wajib hukumnya saat menjual barang koleksinya. Tapi perhitungan untung tersebut bukan sekadar nilai ekonomi tetapi perjuangan mendapatkannya dan nilai kesejarahannya. “Untung harus berlebih karena barangnya tidak selalu didapat. Mahal itu sebagai penghibur saat kami menyerahkan barang yang sulit didapat dan kami miliki,” tuturnya.

Orang-orang yang tergabung dalam komunitas Djadoel ini sebenarnya bisa dikatakan sudah mapan. Ada yang bekerja di perusahaan media, bengkel mobil, designer grafis dan ada juga di departemen keuangan. Selain itu tidak semua barang koleksi mereka dijual. "Laku syukur, gak ya gak apa-apa," ucap Daniel.

Masing-masing kolektor memilih barang tertentu untuk dikoleksi, seperti buku, iklan film, jam weker, (bungkus) rokok, kalender, mainan, fashion, perabotan rumah tangga, kacamat, kaset sampai ke aksesoris sepeda ontel. Kategori antik jika barang yang bersangkutan paling muda tahun 1980. Untuk harga, misalnya komik lokal Rp 20.000, gelas PRJ 1979 dihargai Rp 35.000, kacamata Rp 100.000 dan iklan film Rp 50.000. Adapun untuk mainan, sebagaimana dijual Yanuar mulai dari Rp 50.000 – Rp 200.000. “Yang saya koleksi sendiri, tahun 2007 saya beli mainan robot Jepang Rp 200.000. Setelah saya cek di internet ternyata sekarang harganya 1.000 dollar AS,” aku Yanuar.

Para kolektor ini tidak pernah menyangka hobinya mengumpulkan barang yang sebagian besar orang menganggapnya sampah ternyata memiliki nilai ekonomi. Lebih dari itu, ketekunan mereka membuat rantai sejarah bangsa terus turun dari generasi ke generasi. Setidaknya, mulai dari keluarga merekalah rantai itu diteruskan untuk memupuk rasa cinta dan bangga pada tanah air karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. “Anak saya, sering saya ajak ke museum dan galeri. Juga saya ajak untuk gemar membaca,” pungkas Yanuar.

0 comments

Posted in , ,

Jangan Salah... Waralaba Cendol Justru Paling Dilirik




Siapa di Tanah Air ini yang tak kenal dengan minuman cendol? Mulai dari ujung barat hingga timur Pulau Jawa, minuman ini menjadi ciri khas dengan cita rasanya masing-masing.

Sebut saja cendol alias dawet Banjarnegara, Ponorogo, hingga cendol Bandung. Tak ayal, minuman ini pun dikemas lebih eksklusif dan dibungkus menjadi sebuah bisnis yang menjanjikan. Tak lagi hanya dijual oleh pedagang keliling...

Penasaran? Inilah beberapa franchisor cendol yang menjadi idola di arena Franchise License Expo Indonesia, yang berlangsung di Jakarta Convention Centre, Jakarta, 13-15 November 2009.

Cendol Desa

Namanya boleh saja "Cendol Desa". Kemasan gerobaknya, sudah "Ngota ". Dengan warna dominan merah, usah franchise atau waralaba yang dirintis Tatang Kusdiana ini lumayan ramai disinggahi pengunjung. Untuk menjadi franchisee alias mitra, cukup menyediakan modal Rp 3,9 juta hingga Rp5,9 juta.

Tatang mengisahkan, bisnis ini sudah dirintisnya selama tiga tahun terakhir. Mengapa cendol? "Awalnya, saya berpikir bahwa tuntutan hidup semakin berat. Daripada hanya mengeluh, mending berpikir bagaimana merintis bisnis yang bisa menghasilkan sekalian memanfaatkan waktu yang masih ada, di samping waktu bekerja," kata Tatang, saat dijumpai Kompas.com di sela pameran, Sabtu ( 14/11 ), di JCC, Jakarta.

Alasan memilih cendol, sederhana saja. Bagi Tatang yang berasal dari Jawa Barat, minuman tradisional ini dipandangnya sebagai minuman yang sudah "mendarah daging" bagi masyarakat Indonesia. Maka, ia berpikir, mengembangkan bisnisnya pun tak akan terlampau susah.

"Potensi bisnis cendol, aman-aman saja ya. Orang sepertinya enggak pernah bosen minum cendol. Selain itu, untuk modal juga enggak terlalu mahal, jadi bisa mengajak banyak orang untuk berbisnis," kata Tatang, yang masih berprofesi sebagai pegawai BUMN ini.

Belajar mengolah cendol dari para pedagang jalanan, Tatang kemudian browsing hingga ke dunia maya demi menghasilkan cendol yang bercita rasa luar biasa. Kebetulan, istrinya juga bisa membuat cendol. "Sekarang, kata orang-orang, cendol saya khas Jawa Barat," ujarnya.

Pembagian royalti, Tatang tak mewajibkan mitranya untuk berbagi keuntungan per bulan. Para mitra hanya diwajibkan untuk mengambil produk dari franchisor untuk keseragaman rasa. "Keuntungan laba seluruhnya milik mitra," jelas Tatang.

Kontrak franchise berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang ketika kontrak habis. Saat ini, sudah terdapat 10 outlet "Cendol Desa" yang tersebar di kawasan Jakarta dan Bekasi. Bisnis ini, kini dijalankannya bersama sang istri dan lima orang karyawannya.

Cendol Idol

Selain "Cendol Desa", satu lagi franchise cendol yang juga diserbu pengunjung adalah "Cendol Idol". Yang menjadi franchisornya adalah PT Cocomas Indonesia, perusahaan yang bergerak di bisnis pengolahan kelapa.

Retail Bussiness Manager PT Cocomas Indonesia, Sapto Sri Asmoro mengatakan, franchise ini baru dijalankan perusahaannya sejak Agustus 2009 lalu. Hingga bulan November ini tak kurang dari 320 mitra sudah digaet dan tersebar di seluruh Tanah Air.

Apa kelebihan "Cendol Idol"? "Pada prinsipnya, kami ingin memudahkan mitra. Mulai dari peraturan hingga ke pengemasan outlet dan memberikan kesempatan berkreasi," kata Sapto.

Ia menceritakan, pihaknya mempersiapkan outlet yang easy taking . Artinya, outlet dikemas sedemikian rupa agar si mitra gampang untuk menentukan lokasi berjualan. Outlet tersebut bisa dilipat dan dikemas dalam sebuah tas berwarna hitam.

"Jadi, bisa jualan dimana saja. Kalau pakai gerobak itu kan harus pikir uang sewa lokasi, kemudian kalau membawanya pun perlu angkutan khusus. Kalau outlet kami cukup ditaruh di bagasi mobil, pilih tempat yang ramai," ujarnya.

Hingga akhir tahun 2010, mereka yang menjadi mitra "Cendol Idol" tidak wajib berbagi royalti. Selain itu, Cocomas juga menyediakan santan dan cendol bagi para mitra. "Jadi, ini memang bisnis dengan konsep tradisional yang dimodernisasi. Tapi, kita juga memberikan kesempatan mitra untuk mengembangkan produk dagangan. Misalnya, dikombinasi menjadi es campur atau cendol, sepanjang memakai produk kami," papar Sapto.

Modal awal untuk outlet cendol dipatok harga Rp 2,5 juta. Sedangkan untuk outlet es campur Rp 2,7 juta. Modal satu cup cendol sekitar Rp 3.650. Dengan modal itu, cendol dijual minimal Rp 5.000 per cup.

Mitra diberikan keleluasaan mematok harga di atas harga minimal, menyesuaikan dengan lokasi penjualan. Rasa yang ditawarkan cukup bervariasi, yaitu durian, pandan dan natural.

Berminat? Sebelum memutuskan, hendaknya jajaki dulu setiap franchise yang ada, berikut paket penawaran dan hitung-hitungan keuntungannya.

0 comments

Posted in , ,

Minat Bisnis Franchise? Ayo, Serbu Senayan!




Inggried Dwi W
Para pengunjung pada pameran Franchise License Expo Indonesia yang digelar di Assembly Hall, Jakarta Convention Centre, 13-15 Nov 2009. Disini para pengunjung bisa menjajaki berbagai peluang usaha waralaba, mulai dari makanan, minuman, hingga bisnis kecantikan.

Bisnis franchise alias waralaba semakin menggejala. Bisnis ini, jika ditekuni ternyata mendatangkan keuntungan yang tak sedikit. Anda berminat menjalankan bisnis ini?

Ada kesempatan emas untuk melakukan survei jenis bisnis apa yang memungkinkan untuk dirintis. Datang saja ke Franchise License Expo Indonesia di Assembly Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta pada 13-15 November 2009 .

Pantauan Kompas.com, di hari kedua pameran, para pengunjung memadati gedung yang terdapat di kompleks Gelora Bung Karno itu. Syahrial, seorang warga Depok mengaku, tengah menjajaki bisnis ini.

"Saya masih status PNS, tapi tidak ada salahnya mulai merintis bisnis sendiri. Apalagi, daerah tempat tinggal saya, di Depok, lumayan berkembang. Jadi, bisa mengembangkan bisnis makanan," katanya.

Meski banyak aneka jenis franchise yang ditawarkan, Syahrial mengaku lebih tertarik berbisnis makanan. "Orang setiap hari kan makan, mbak. Jadi lebih pasti lakunya," ujar bapak tiga anak ini.

Di arena pameran tersebut, tak hanya berbagai franchisor makanan yang memberikan penawaran. Mulai dari usaha kecantikan, travel, laboratorium kesehatan, laundry, telepon seluler, hingga berbagai jenis minuman. Tertarik?

0 comments

Posted in , ,