RSS

Dukung Kegairahan Kaum Muda



Inovasi dan kemampuan menciptakan sesuatu yang baru menjadi kunci sukses menghadapi persaingan dan perubahan global. Oleh karena itu, keinginan dan kegairahan kaum muda di Asia Tenggara untuk berinovasi di segala bidang harus terus dikembangkan dan didukung.

Demikian salah satu kesimpulan Grand Master Catur Garry Kasparov, Milyuner AS Donald Trump, Pemusik Sir Bob Geldof, dan Direktur Pemasaran Fabebok Randi Zuckerberg pada Youth Engagement Summit (YES) 2009 di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (17/11). Kegiatan ini diikuti lebih dari 1.000 kaum muda dari Malaysia, Singapura, Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Laos, dan Brunei.

Menurut Kasparov, setiap orang seharusnya tidak berhenti belajar dan berubah dalam menghadapi perubahan dan tantangan global dengan terus berinovasi di segala bidang.

”Tentu inovasi harus dilakukan dengan menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan serta untuk menciptakan kondisi dunia yang lebih baik,” katanya.

Setiap orang, kata Kasparov, punya kesempatan yang sama untuk menjadi orang hebat. ”Yang penting kita mau memperbaiki kelemahan,” ujarnya.

Inovasi, menurut Randi Zuckerberg, juga kunci penting bagi pengembangan jejaring sosial Facebook. ”Inovasi dalam bisnis ataupun bidang apa saja harus disesuaikan dengan kebutuhan manusia saat itu,” ujarnya.

Melalui telekonferensi, pengusaha Donald Trump dari New York, AS, menjelaskan, selain kreatif dan bekerja keras, kaum muda harus sungguh-sungguh mencintai kegiatan dan pekerjaannya.

Fokus pada apa yang dikerjakan dan memiliki disiplin yang tinggi. Selain itu, Trump mengingatkan agar dalam menjalankan bisnis atau pekerjaan, kaum muda harus percaya dan mengikuti instingnya. ”Setiap orang memiliki insting yang baik,” ujarnya.

Adapun Bob Geldof menyarankan agar kaum muda tidak takut menyuarakan ide dan hak mereka, sekalipun harus berhadapan dengan penguasa. ”Kondisi di Asia jauh lebih baik di banding di Afrika. Kondisi ini harus dimanfaatkan kaum muda Asia untuk menuangkan ide dan berkarya menghadapi tantangan global,” kata Geldof.

Vice President Industrial Relations merangkap Pjs Senior General Manager Community Development Center PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Wien Aswantoro Waluyo menegaskan, Telkom mendukung kaum muda Indonesia berinovasi dan menciptakan produk kreatif.

Kesempurnaan Finansial



Kemandirian finansial adalah kondisi yang memberikan rasa aman dari persoalan keuangan. Tingkatan yang lebih tinggi dari kemandirian finansial adalah kesempurnaan finansial.

Setidaknya, ada empat anak tangga yang mesti dilalui menuju puncak kemandirian finansial. Pertama, membebaskan logika dari pengaruh perasaan ketika mengambil keputusan di bidang keuangan. Kedua, memiliki penghasilan yang lebih besar daripada pengeluaran yang paling mendasar. Ketiga, kemampuan merencanakan keuangan dan mengimplementasikannya. Keempat, terbebas dari kebutuhan keuangan untuk membiayai hidup di saat tidak produktif lagi.

Apakah setelah keempat anak tangga tersebut berhasil dicapai, pasti akan memberikan rasa bahagia? Belum tentu. Kemandirian finansial baru sekadar kondisi yang memberikan rasa aman dari persoalan keuangan. Sedangkan rasa bahagia, kepuasan hidup, tidak semata-mata soal uang. Namun, pola pengelolaan uang itu sendiri sebenarnya memberikan pengaruh juga terhadap rasa puas dalam menjalani hidup.

Makna yang paling dasar dari uang adalah sebagai alat tukar, untuk kemudian seseorang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Uang dan harta yang banyak adalah tujuan keuangan untuk mencapai tujuan hidup. Dan, itu bisa dicapai oleh siapa saja. Tetapi, banyak orang lupa bagaimana proses mencapainya.

Hasil yang baik mestinya dicapai berdasarkan proses yang baik. Ringkasnya, kemandirian finansial hanya akan berhenti pada tahap tersebut jika proses mencapai kemandirian itu tidak dilakukan dengan kaidah-kaidah yang semestinya. Artinya, jika proses menuju kemandirian finansial itu tidak dilakukan dengan cara yang membikin rasa aman, besar kemungkinan kemandirian finansial tersebut akan bersifat artifisial. Tidak hakiki.

Jangankan untuk mencapai tahap kesempurnaan finansial, bahkan mempertahankan kemandirian finansial sekalipun akan menjadi problema besar. Ini seperti kata pepatah, ”Dari zero kembali ke zero”. Ketika muda, seseorang bekerja keras dengan segala cara mencari uang, tetapi setelah tua, harta yang diperoleh akan habis dipakai untuk menyelesaikan segala problema yang dibuat ketika mencari harta.

Kalau situasinya seperti ini, kemandirian finansial yang diraih sebenarnya bersifat semu. Sebab, kemandirian finansial adalah ketika uang sudah tidak diperlukan lagi, sampai akhir hayat. Bukan cuma kondisi sesaat.

Prinsip

Lantas, bagaimana cara untuk bisa mencapai kesempurnaan finansial? Tidak sulit. Hanya dua prinsip. Pertama, proses menuju kemandirian finansial mesti dilakukan dengan cara dan kaidah yang layak. Sebutlah pada anak tangga yang pertama, dalam hal mendudukkan logika di atas perasaan. Ini merupakan proses yang tiada henti. Dalam semua hal menyangkut keuangan, jangan sekali-kali mencampurkan aspek perasaan dalam pengambilan keputusan.

Begitu juga pada anak tangga yang kedua, jangan pernah berpikir atau merasa tidak cukup sehingga pengeluaran menjadi lebih besar dibandingkan dengan pemasukan. Betapapun kecilnya penghasilan saat ini, harus disikapi dengan makna cukup. Bahwa ingin meningkatkan penghasilan adalah suatu keharusan. Tetapi, delta peningkatan penghasilan mesti lebih besar ketimbang peningkatan pengeluaran.

Lepas dari itu, yang paling penting adalah tata cara peningkatan penghasilan itu. Lakukan dengan perencanaan keuangan yang memiliki norma-norma. Bukan karena ingin mendapatkan mobil Mercedes S-Class, kemudian ”melacurkan” prinsip atau memerkosa kaidah tata krama hidup. Hal yang sama juga berlaku dalam investasi. Jangan menggunakan ”kendaraan” investasi spekulatif untuk meningkatkan kekayaan karena hasilnya akan artifisial.

Prinsip kedua adalah memaknai uang itu sendiri. Seperti apa? Uang adalah sekadar sarana untuk memberikan manfaat. Tujuan mencari uang sebanyak-banyaknya bukanlah demi uang, tetapi bagaimana agar uang itu bisa memberikan nilai tambah dalam kehidupan si pemilik uang, keluarga, sanak saudara, orang lain, dan siapa pun seluas-luasnya.

Jadi, kalau uang yang dimiliki belum memberikan kenyamanan hidup, berarti ada yang keliru dalam menafsirkan peran uang. Dan, kekeliruan itulah yang mesti diperbaiki. Misalnya, dengan mendefinisikan kembali bagaimana mestinya cara mencari uang. Dalam 24 jam sehari, hidup bukan hanya untuk uang, tetapi ada hal-hal dan kegiatan lain yang mesti dilakukan agar tidak menjadi ”budak” uang.

Selanjutnya, setelah uang diperoleh, peruntukannya mesti jelas. Tanpa peruntukan yang jelas, makna keberadaan uang menjadi sirna. Kesimpulannya, jika Anda ingin merasakan ”hidup yang lebih hidup”, tujuan keuangan bukan sekadar pada tahap mencapai kemandirian finansial, melainkan juga menuju kesempurnaan finansial, di mana uang memberikan manfaat bagi si pemilik dan orang lain. Selamat mencoba.

Limbah Kayu Yogyakarta Mejeng di Eropa



Kecanggihan teknologi komunikasi kini menjadi sarana penting dalam dunia usaha. Transaksi bisnis berlangsung di depan layar kaca. Cara itu yang dijalani Gatot Mujiyana (44), pemilik usaha Amarta Furniture di Jalan Wates Km 3,5 Ngepreh RT 01 /30 No 69, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

Ayah tiga anak ini nekat memilih keluar dari perusahaan furnitur tempatnya bekerja pada tahun 1994 dan berniat membuka usaha sendiri. Bekal pengalaman kerjanya itu yang membuatnya menjalani bisnis furnitur dan kerajinan tangan.

Alumnus Pascasarjana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu lalu memanfaatkan jaringan internet untuk menjual produknya ke luar negeri. Itu dilakukan bukan karena pasar lokal tidak menjanjikan. Menurutnya, banyak negara di Eropa menyenangi hiasan atau furnitur yang terbuat dari kayu jati.

Yang menarik dari bisnis Ketua Umum Komunikasi Ketoprak Kabupaten Bantul (FKKKB) itu adalah pemanfaatan limbah kayu jati. "Saya memanfaatkan limbah kayu jati, seperti akar kayu jati yang dijadikan kursi, tiang lampu hias. tempat buah, bola, dan sebagainya," kata Gatot saat ditemui di kediamannya di Bantul, Yogyakarta, pekan lalu.

Modal awal Gatot hanya sekitar Rp 8 juta, yang digunakan untuk biaya merakit mesin pemotong. Harga barang buatannya yang dijualnya tergolong murah di pasaran luar negeri, namun kualitas tetap terjaga.

Dari bisnis itu, Gatot membawahi sekitar 300 tenaga pengrajin. Tetapi, enam tahun kemudian, bisnisnya ambruk. Pemicunya adalah bom Bali pada 2002. Kondisi itu tak membuat pria bertubuh tambun itu menghentikan produksinya. Hal itu yang, membuat usahanya perlahan bangkit hingga sekarang. Dalam sebulan, Gatot mengekspor tiga kontainer produk furniture dan kerajinan tangan yang senilai Rp 300 juta. "Profit yang saya peroleh minimal 25 persen," kata pria berjenggot itu.

Hampir semua produknya terpajang di Belgia, Jerman, Perancis, Inggris, dan Singapura, mulai dari rumah penduduk, perkantoran, sampai hotel berbintang.

Bisnis perkayuan juga dilakoni oleh Jumadi, pemilik Jatisae Handicraft Industries di Jalan Parangtritis Km 5, Bangunharjo, Bantul, Yogyakarta. Pria yang hanya lulusan STM jurusan pembangunan di Yogyakarta ini sukses memasarkan produk puzzle dari limbah kayu ke negara-negara di Eropa.

"Ada sekitar 156 model yang saya buat sejak tahun 1996 usaha ini dirintis. Sebagian besar model dari keinginan klien," kata Jumadi. Hanya saja, dia menjual produknya separuh ke luar negeri dan separuh lagi ke pasar lokal. Omsetnya saat ini sebesar Rp 75 juta per bulan.

Komitmen Delia, Gatot Mujiana, dan Jumadi dalam berbisnis hanya satu, yakni terus bersemangat dalam menjalani usaha. Sebab, dari semangat itu lah banyak jalan keluar diperoleh dalam perjalanan bisnisnya.

Omzet Rp 100 Juta dari Jus Mengkudu



Buah mengkudu yang banyak khasiat.
Bentuk buah mengkudu atau pace yang bopeng-bopeng memang tak menarik. Baunya pun sungguh tak sedap. Namun, sudah lama orang mengenal mengkudu sebagai buah berkhasiat mengobati berbagai penyakit, mulai penyakit ringan sampai penyakit berat macam kanker. Mengkudu juga dipercaya bisa membantu menurunkan berat badan.

Lantaran memiliki banyak khasiat itulah orang mengolah mengkudu menjadi berbagai produk, salah satunya adalah jus mengkudu. Usaha jus mengkudu terus bertumbuh seiring semakin banyaknya orang yang menyadari khasiat jus mengkudu.

Salah satu yang merasakan nikmatnya berbisnis jus mengkudu adalah Philipus P. Soekirno. Pengusaha yang berdiam di Jakarta ini menjual jus mengkudu merek Morinda.

Philipus terjun ke bisnis bisnis jus mengkudu setelah merasakan sendiri manfaat jus buah ini.

Pengusaha berusia 61 tahun ini pernah menderita gagal ginjal, lever bengkak, jantung koroner dan asam urat tinggi. Saat itu, harapan hidup Philipus sudah tipis. Atas saran keluarga, dia pun rajin mengonsumsi jus mengkudu. Hasilnya, penyakit Philipus berangsur sembuh. “Sekarang, saya hidup normal tanpa pantang makan apapun,” ujarnya.

Setelah sembuh, Philipus mempelajari cara mengolah mengkudu jadi minuman yang enak dikonsumsi. Buah mengkudu termasuk sulit diolah. Sebab, di atas buahnya terdapat lapisan lilin yang berbahaya. Apalagi buah ini memiliki banyak biji. “Untuk mengolah mengkudu butuh suhu ruangan kira-kira 10 derajat celcius agar tak banyak jamur dan bakteri yang berkembang,” ujarnya.

Setelah menguasai teknik pengolahan jus mengkudu, mulai 2007 Philipus memulai usahanya. Bermodal Rp 250 juta dari Kredit Usaha Rakyat (KUR), Philipus membeli peralatan mengolah mengkudu dan membuka outlet di Jakarta Pusat. Awalnya, dia hanya bisa mengolah 200 kg-500 kg mengkudu seminggu. Saat itu, omzetnya Rp 20 juta tiap bulannya.

Nyatanya bisnis Philipus berkembang pesat. Kini Philipus mampu mengolah 1 ton sampai 2 ton mengkudu per minggu. Dari situ, Philipus bisa mendapat omzet sekitar Rp 100 juta per bulan. “Penjualannya sangat bagus,” kata Philipus sumringah. Philipus mengaku bisa memperoleh margin 60 persen dari penjualan jus mengkudu.